Kamis, 18 Juni 2009

TANTANGAN PEMBANGUNAN ALUTSISTA TNI DIHADAPKAN PADA PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGI SAAT INI

Alutsista adalah alat utama sistem senjata yang dimiliki oleh TNI, baik dalam bentuk platform (misalnya kendaraan tempur, pesawat tempur, kapal perang) maupun dalam bentuk senjata (misalnya roket/rudal, senjata laras panjang/pendek, meriam). Kecelakaan fatal pesawat Hercules TNI AU di Magetan dan beberapa kali insiden sebelumnya, seperti abnormal landing di Pangkalan Udara Wamena harus menjadi pelajaran mahal yang terakhir. Bangsa Indonesia tidak perlu terjebak dalam polemik tentang anggaran militer untuk alutsista yang jauh dari mencukupi. Upaya peningkatan kemampuan pertahanan melalui kebijakan, strategi, dan perencanaan pertahanan yang mengarah kepada pembentukan minimum essential force mesti disesuaikan dengan kemajuan zaman serta rintangan ke depan yang menyangkut ancaman negara dan potensi bencana alam.

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia serta dalam dinamika penyelenggaraan pembangunan nasional telah terbukti bahwa Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta menjadi sistem yang mampu melawan penjajah dan berhasil menjadikan Indonesia negara merdeka dan berdaulat. Oleh karena itu Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta harus tetap dipertahankan dan dikembangkan untuk menegakkan kedaulatan NKRI, menjaga keutuhan wilayah negara dan menjamin keselamatan bangsa. Untuk menjamin tegaknya NKRI fungsi pertahanan negara sangat berperan dan menjadi salah satu fungsi pemerintahan untuk menjaga kelangsungannya.

Dalam menyelenggarakan pembangunan nasional, pemerintah masih menempatkan aspek kesejahteraan sebagai prioritas. Dari alokasi APBN sampai dengan Tahun Anggaran 2007, Pertahanan Negara belum menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2008, sektor Pertahanan Negara masih berada pada urutan prioritas ke-empat dibawah fungsi Pelayanan Umum, Pendidikan, dan Ekonomi. Sasaran pokok yang ingin dicapai dalam upaya meningkatkan kemampuan pertahanan pada tahun 2008 diarahkan pada Postur Pertahanan, peningkatan jumlah dan kondisi kesiapan operasional pertahanan, modernisasi Alutsista, serta teknologi dan industri pertahanan dalam negeri. Hingga saat ini, selain jumlah maupun kandungan teknologi alat utama sistem senjata (Alutsista) yang masih memprihatinkan, bahkan di bawah standar penangkalan, juga kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraannya masih rendah. Di samping itu, kebutuhan pemenuhan, pemeliharaan, pengoperasian, maupun suku cadang Alutsista TNI masih bergantung pada negara-negara lain. Tantangan pembangunan nasional seperti digambarkan di atas berimplikasi terhadap pelaksanaan pembangunan sektor Pembangunan Pertahanan Negara yang hingga kini belum mampu mencapai kekuatan pertahanan minimal. Kondisi tersebut berdampak terhadap kemampuan dan profesionalisme TNI dalam melaksanakan fungsinya sebagai Komponen Utama sistem Pertahanan Negara.

Reformasi yang menghendaki perubahan secara total di segala bidang penyelenggaraan negara telah berhasil menuntaskan pemisahan TNI dan Polri dengan penataan perannya masing-masing. Pemisahan tersebut berdampak pada penanganan keamanan dalam negeri yang belum efektif. Reformasi di bidang Pertahanan dan Keamanan Negara, tidak hanya menyangkut pemisahan antara TNI dan Polri, tetapi juga mengenai penataan lebih lanjut hubungan kelembagaan antara keduanya dalam melaksanakan tugas sesuai tataran kewenangan masing-masing.

Tantangan yang dihadapi perubahan geopolitik internasional, yang ditandai dengan memudarnya prinsip multilateralisme dan menguatnya pendekatan unilateralisme, berdampak terhadap berkembangnya doktrin pertahanan pre-emptive strike, yang dapat menembus batas-batas yurisdiksi suatu negara di luar kewajaran hukum internasional. Selain itu, menguatnya kemampuan militer negara tetangga yang secara signifikan melebihi kemampuan pertahanan Republik Indonesia telah melemahkan posisi tawar dalam ajang diplomasi internasional. Oleh karena itu, salah satu tantangan utama pembangunan kemampuan pertahanan negara yang harus dihadapi pada masa mendatang adalah membangun kekuatan pertahanan di atas kekuatan pertahanan minimal, sehingga memiliki efek detterence di kawasan regional maupun internasional.

Pembangunan kekuatan pertahanan dengan kemampuan detterrence tersebut seharusnya telah dapat dicapai sesuai penahapan dalam pembangunan nasional. Namun demikian tantangan pembangunan nasional untuk memulihkan kondisi ekonomi yang mengalami krisis hebat sejak tahun 1998 telah berdampak terhadap perlambatan pembangunan di bidang-bidang yang lain termasuk bidang pertahanan. Di samping itu konflik berintensitas rendah antara lain terorisme, separatisme, konflik komunal, kejahatan transnasional, serta terkurasnya kekayaan negara terutama hasil laut dan hasil hutan akibat tindakan ilegal, telah menghambat pencapaian pembangunan kekuatan pertahanan tersebut karena banyak menyita perhatian dan biaya.

Tantangan lain dalam pembangunan pertahanan negara adalah tuntutan kebutuhan untuk membangun TNI yang profesional sehingga menjadi kekuatan nasional yang mampu mengemban fungsinya di era globalisasi dengan hakikat ancaman yang semakin kompleks. Usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman akan sangat berat dilakukan tanpa didukung oleh Alutsista yang modern. Oleh karena itu, tantangan dalam membangun TNI yang profesional pada hakikatnya adalah membangun kemampuan pertahanan negara dengan meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pertahanan minimal sesuai dengan kemajuan teknologi.

Kondisi riil TNI saat ini harus diakui masih berada di bawah standar profesionalisme yang sewajarnya. Kekuatan TNI dari segi Alutsista masih diperhadapkan dengan kondisi keterbatasan dan kekurangan dari segi jumlah dan ketidaksiapan sebagai akibat dari Alutsista yang ada saat ini pada umumnya merupakan aset yang sudah ketinggalan teknologi, sementara proses regenerasinya berjalan sangat lambat. Paralel dengan kemajuan teknologi pertahanan tersebut, negara-negara lain melakukan modernisasi kekuatan pertahanannya di bidang Alutsista, sementara Indonesia relatif tertinggal dalam bidang ini. Ketertinggalan pembangunan pertahanan Indonesia saat ini pada dasarnya merupakan akumulasi dari kebijakan pembangunan nasional di masa lalu yang lebih mengutamakan aspek kesejahteraan dari pada aspek pertahanan. Akibat ketertinggalan pembangunan pertahanan tersebut tanpa disadari telah berdampak terhadap rendahnya posisi tawar Indonesia dalam lingkup internasional. Bahkan pada lingkup Asia Tenggara sekalipun, kekuatan pertahanan Indonesia sudah jauh tertinggal oleh negara-negara lain yang dahulu kemampuannya berada di bawah Indonesia.

Dalam rangka itu, membangun TNI yang profesional bukan saja kebutuhan TNI semata, tetapi juga menjadi kebutuhan seluruh bangsa Indonesia dalam mengangkat posisi tawar Indonesia dalam menghadapi ketatnya persaingan di era globalisasi. Pembangunan kekuatan pertahanan dalam beberapa tahun mendatang masih berorientasi pada penggantian Alutsista TNI yang umumnya sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan. Untuk meregenerasi Alutsista TNI yang sudah ketinggalan teknologi tersebut membutuhkan waktu paling sedikit 20 tahun.

Usaha pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI serta menjamin keselamatan bangsa dari setiap ancaman akan sangat berat dilakukan tanpa didukung oleh Alutsista yang modern. Oleh karena itu, tantangan dalam membangun kemampuan pertahanan negara adalah meningkatkan jumlah dan kondisi Alutsista TNI untuk mencapai kekuatan melampaui kekuatan pertahanan minimal sesuai dengan kemajuan teknologi. Di sisi lain, penyelenggaraan pertahanan Indonesia yang menganut Sistem Pertahanan Semesta hingga kini belum dapat diwujudkan. Dari tiga komponen pertahanan yang membentuk Sistem Pertahanan Semesta, baru komponen utama yang jelas keberadaannya yakni TNI. Dua komponen pertahanan yang lain yakni Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung belum dapat diwujudkan sebagai suatu kekuatan pertahanan yang nyata. Menyadari hal tersebut, sasaran pembangunan pertahanan dalam beberapa tahun mendatang adalah membentuk Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung sebagai langkah dalam merealisasikan hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara.

Sejalan dengan pembentukan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, keberadaan industri pertahanan nasional yang menopang kemandirian Indonesia di bidang pertahanan merupakan kebutuhan strategis yang kontekstual. Pengembangan industri pertahanan nasional pada dasarnya tidak saja untuk kepentingan pertahanan secara eksklusif, tetapi juga salah satu menjadi instrumen pembangunan ekonomi nasional yang handal. Pengembangan industri pertahanan bukanlah suatu konsep yang baru yang dimulai dari titik nol (creatio ex nihilo). Indonesia telah memiliki sejumlah industri pertahanan yang memiliki kemampuan untuk memproduksi sejumlah alat peralatan dan kebutuhan pertahanan, namun belum menjadi industri pertahanan yang kuat yang memiliki daya saing dalam memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Kebutuhan akan industri pertahanan nasional semakin urgen mengingat kebutuhan untuk memodernisasikan Alutsista sangat rentan terhadap isu-isu politik yang berdampak terhadap pemberlakuan embargo oleh suatu negara produsen peralatan militer.

Pembangunan pertahanan mencakup sistem dan strategi pertahanan, postur dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, serta pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan Alutsista, Komponen Cadangan, dan Komponen Pendukung. Pembangunan tersebut diarahkan untuk mewujudkan kemampuan pertahanan yang melampaui kekuatan pertahanan minimal (minimum essential force). Ukuran kemampuan yang menjadi arah pembangunan jangka panjang adalah kemampuan pertahanan yang dapat menjamin kedaulatan negara, keselamatan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI yang meliputi wilayah darat yang tersebar dan beragam termasuk pulau-pulau kecil terdepan, wilayah yurisdiksi laut hingga meliputi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan landas kontinen serta ruang udara nasional. Dalam masa damai arah pembangunan pertahanan adalah mewujudkan kemampuan pertahanan yang memiliki efek penggentar (deterrence) yang disegani di tingkat regional serta mendukung posisi tawar Indonesia dalam ajang diplomasi.

Dalam kerangka yang utuh, sistem dan strategi pertahanan negara secara terus menerus disempurnakan untuk mewujudkan Sistem Pertahanan yang bersifat Semesta untuk mencapai kemampuan mengatasi ancaman dan memiliki efek penggentar. Dalam sistem tersebut, pertahanan nasional akan dirancang agar mempunyai kemampuan menangkal ancaman sejak di bagian terluar wilayah Indonesia dan kemampuan untuk mempertahankan teritori Indonesia baik laut dan udara dan daratan, serta kemampuan untuk mengawasi dan melindungi segenap sumber daya yang berada di wilayah Indonesia. Postur dan struktur pertahanan negara diarahkan untuk dapat menjawab berbagai kemungkinan ancaman, tantangan dan permasalahan aktual di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan kemampuan jangka panjang disesuaikan dengan kondisi geografis dan dinamika masyarakat serta perkembangan teknologi.

Postur dan struktur pertahanan matra darat diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan darat, serta mampu mengatasi setiap ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dengan kondisi medan dan topografis Indonesia yang beragam. Dalam menghadapi dan mengatasi ancaman nyata, kekuatan matra darat mampu melakukan pergerakan cepat antarwilayah dan antarpulau dalam kerangka operasi Tri Matra Terpadu, serta mampu melaksanakan perang berlarut tanpa mengenal menyerah sebelum kemenangan diraih. Postur dan struktur matra laut diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan laut dengan kemampuan yang melingkupi dan mengatasi luasnya wilayah laut Nusantara baik di permukaan dan di bawah permukaan. Dalam menghadapi ancaman nyata, postur dan struktur matra laut mampu menghadapi dan mengatasi ancaman nyata serta memberi dukungan dan kompatibilitas terhadap pergerakan matra darat dan udara dalam kerangka Operasi Tri Matra Terpadu.

Postur dan struktur matra udara diarahkan untuk memberi efek detterrence yang tinggi di bidang kekuatan pertahanan udara dengan kemampuan manuver dan jelajah yang tinggi. Dalam menghadapi ancaman nyata, postur dan struktur matra udara mampu mengawasi ruang udara nasional dan keseluruhan teritori Indonesia, mampu melampaui kebutuhan minimal penjagaan ruang udara nasional, memulai pemanfaatan ruang angkasa, mampu melaksanakan operasi dan memberikan dukungan dalam kerangka Tri Matra Terpadu. Postur dan struktur yang dikembangkan ke depan bercirikan peningkatan profesionalisme TNI. Profesionalisme TNI diwujudkan dalam komitmen untuk melepaskan diri dari kegiatan politik praktis, keterlibatan dalam kegiatan bisnis serta memusatkan diri pada tugas-tugas pertahanan dalam bentuk Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Dalam konteks ini fokus pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan Alutsista menjadi agenda mendesak.

Sebagai Komponen Utama pertahanan negara, sumber daya manusia TNI disiapkan dengan memenuhi kecukupan jumlah personel setiap matra yang diwujudkan dalam kondisi terdidik dan terlatih dengan baik. Indikator TNI yang terdidik dan terlatih dengan baik adalah memiliki penguasaan lapangan yang tinggi, memiliki penguasaan operasional dan perawatan peralatan perang modern, penguasaan terhadap doktrin dan didukung organisasi TNI yang solid namun fleksibel dalam menghadapi perubahan. Di bidang manajemen, mewujudkan sistem dan metode yang efektif dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi secara maksimal, serta penggunaan sumber daya sesuai peruntukannya. Dalam bidang kepemimpinan, mampu melahirkan sosok pimpinan yang cakap, berwibawa, dan kompeten.

Peningkatan profesionalisme TNI tersebut tidak dipisahkan dari imbangan peningkatan kesejahteraan melalui kecukupan gaji, penyediaan fasilitas rumah tinggal, jaminan kesehatan, peningkatan pendidikan, dan penyiapan skema asuransi masa tugas. Perbaikan kesejahteraan prajurit TNI menjadi kewajiban pemerintah agar tidak menghalangi upaya untuk mewujudkan TNI yang profesional. Peningkatan kondisi dan jumlah Alutsista setiap matra dilaksanakan menurut validasi Postur dan Struktur Pertahanan Negara untuk dapat melampaui kebutuhan kekuatan pertahanan minimal. Pemenuhan kebutuhan Alutsista dipenuhi secara bertahap yang diproyeksikan dapat dicapai dalam 20 tahun sejalan dengan kemampuan keuangan negara atas dasar perkembangan teknologi, prinsip kemandirian, kemudahan interoperabilitas dan perawatan, serta aliansi strategis.

Pengembangan Alutsista diarahkan dengan strategi akuisisi alat teknologi tinggi dengan efek deterrence dan pemenuhan kebutuhan dasar operasional secara efektif dan efisien dengan mendayagunakan dan mengembangkan potensi dalam negeri, termasuk industri pertahanan nasional dalam prinsip keberlanjutan. Pembentukan dan pemantapan Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung Pertahanan Negara diarahkan untuk terwujudnya pertahanan nirmiliter yang berkesadaran bela negara yang tinggi dan diselenggarakan dalam kerangka perwujudan sistem pertahanan semesta. Pembentukan Komponen Cadangan lebih berorientasi pada aspek kewilayahan di mana tiap daerah memiliki kekuatan cadangan yang nyata dan dikembangkan secara bertahap dan berlanjut sampai mencapai kekuatan yang proporsional. Perwujudan Komponen Pendukung dilaksanakan sejalan dengan pembentukan Komponen Cadangan dan diarahkan untuk terselenggaranya dukungan pertahanan melalui penguasaan kemampuan pemanfaatan kondisi sumber daya alam dan buatan, sinkronisasi pembangunan sarana dan prasarana nasional terhadap kepentingan pertahanan, partisipasi masyarakat madani dalam penyusunan kebijakan pertahanan negara, serta mantapnya kesadaran masyarakat dalam hal bela negara. Aspek yang bernilai vital dalam bidang pertahanan adalah membangun kondisi mutualisme industri nasional bagi berkembangnya industri strategis pertahanan negara yang secara nyata mengakselerasi perwujudan kemandirian sarana pertahanan Indonesia.

Perlindungan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar, wilayah laut dan udara Indonesia ditingkatkan dalam upaya melindungi sumber daya laut sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dalam konteks tersebut upaya perlindungan dimaksud dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum internasional serta meningkatkan kemampuan penangkalan, deteksi dan pencegahan dini. Kekurangan dalam bidang keterampilan terjadi karena ketersediaan Alutsista terbaru baik di lembaga pendidikan maupun di satuan-satuan TNI masih sangat minim, bahkan banyak Alutsista yang sudah ketinggalan teknologi tetapi belum ada penggantinya.

Upaya dalam mewujudkan TNI yang profesional juga sering terkendala oleh kesejahteraan prajurit TNI yang masih berada jauh di bawah standar kelayakan untuk seorang prajurit. Profesionalisme prajurit tidak dapat dipisahkan dari aspek kesejahteraan yang layak. Prajurit yang tidak dicukupi kesejahteraannya tidak mungkin akan menjadi profesional. Penghasilan prajurit yang dialokasikan oleh negara melalui gaji dan tunjangan sampai saat ini masih sangat rendah. Selain gaji yang tidak mencukupi, perumahan masih sangat terbatas, serta layanan kesehatan yang belum memadai. Peningkatan kesejahteraan prajurit sangat mempengaruhi keberhasilan tugas TNI. Kita bersyukur bahwa dengan kesejahteraan yang terbatas, prajurit TNI masih tetap terjaga kedisiplinan dan kepatuhannya, namun kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus berlangsung tanpa ada langkah mendasar yang dilakukan pemerintah.

Peran Stakeholder Pertahanan Dalam Reformasi Pertahanan. Reformasi pertahanan bukan suatu konsepsi yang eksklusif yang bergantung hanya pada lingkup institusional pertahanan semata. Keberhasilan reformasi pertahanan sangat ditentukan oleh stakeholder pertahanan yakni komponen bangsa di luar bidang pertahanan. Stakeholder pertahanan mencakup sejumlah pihak baik di lingkungan pertahanan maupun di luar pertahanan baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun masyarakat. Suksesnya reformasi pertahanan sangat tergantung pada perkuatan lembaga baik institusi sipil maupun partai politik. Reformasi militer yang efektif membutuhkan kapasitas institusional yang lebih kuat dari partai politik dan institusi sipil yang memahami pentingnya membangun kekuatan pertahanan yang transparan, dapat dipertanggung jawabkan, dan profesional. Perlu usaha yang terpadu untuk membangun institusi politik sipil yang kuat sehingga secara efektif menyelenggarakan pemerintahan dan membangun kekuatan politik di berbagai tingkatan tata pemerintahan.

Hubungan Indonesia-Rusia berlangsung dalam kerangka kepentingan nasional kedua negara. Rusia sebagai salah satu negara yang teknologi militernya cukup terkemuka di dunia memiliki posisi penting dalam pembangunan kemampuan pertahanan Indonesia. Kerja sama pertahanan dengan Rusia dilaksanakan dalam bidang pengadaan Alutsista. Teknologi militer Rusia merupakan salah satu alternatif karena prajurit TNI sejak lama telah mengenalnya produk-produk militer buatan Rusia, sehingga dengan mudahnya beradaptasi dengan produk-produk tersebut sasaran peningkatan profesionalitas dapat dengan mudah dikembangkan. Sejak tahun 1996 kerjasama kegiatan di bidang pertahanan antara Indonesia dan Rusia diselenggarakan dalam bidang Alutsista, logistik dan bantuan teknik. Dalam mewujudkan kemandirian sarana pertahanan Rusia menjadi salah satu negara yang telah bersedia untuk membantu Indonesia dalam hal alih teknologi. MoU dan agreement yang sudah ditandatangi di Moscow pada 1 Desember 2006 yang mencakup asistensi dalam penerapan kerja sama Indonesia-Rusia di bidang teknologi militer dan perlindungan hak dalam bidang kerja sama teknologi militer dapat menjadi wadah untuk mengembangkan kerja sama yang lebih operasional di waktu mendatang.

Industri pertahanan merupakan salah satu komponen vital dari kemampuan pertahanan. Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yakni efek langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan kemampuan pertahanan, Industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan pasokan Alutsista secara berkelanjutan menjadi prasyarat mutlak bagi keleluasaan dan kepastian untuk menyusun rencana pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan ekonomi seperti embargo atau restriksi. Industri pertahanan dapat memberi efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional, yakni ikut menggairahkan pertumbuhan industri nasional yang berskala internasional, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup signifikan, transfer teknologi yang dapat menggairahkan sektor penelitian dan pengembangan (research and development) sekaligus memenuhi kebutuhan sektor pendidikan nasional di bidang sains dan teknologi.

Indonesia selama ini memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap luar negeri di bidang teknologi pertahanan, sehingga sangat sulit untuk dapat menyusun rencana pembangunan pertahanan jangka panjang yang memiliki kepastian, karena sangat rentan terhadap faktor-faktor politik seperti restriksi dan embargo. Permasalahan lain yang muncul dari ketidakmandirian pengadaan sarana pertahanan adalah melemahnya kemampuan dan kesiapan penangkal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Di samping itu, kondisi demikian secara politik akan mengakibatkan Indonesia rentan terhadap tekanan politik yang dapat berakibat pada kemungkinan terkena embargo atau pembatasan-pembatasan terhadap peralatan tertentu yang menghambat pembangunan dan pemeliharaan sarana pertahanan.

Kemandirian pengembangan dan pengadaan sarana pertahanan secara mutlak 100 persen disadari tidak mungkin dilaksanakan. Bahkan tidak ada negara di dunia yang secara mutlak bersandar pada kemampuannya sendiri, selalu ada ketergantungan dari negara lain. Namun demikian adanya industri pertahanan yang mandiri tetap diakui manfaatnya dalam penyelenggaraan pertahanan yang efektif. Pemberdayaan industri strategis untuk kepentingan pertahanan nasional tidak berarti Indonesia ambil bagian dalam kegiatan perlombaan persenjataan, namun untuk mencapai kemandirian dalam pengadaan sarana pertahanan nasional untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara dalam rangka menjaga keutuhan wilayah dan integritas Indonesia.

Pembangunan industri pertahanan nasional merupakan hal yang vital dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan yang mampu dioperasionalkan secara maksimal dalam penyelenggaraan pertahanan. Kebutuhan sarana pertahanan yang tergantung dari produksi luar negeri akan menimbulkan permasalahan dan mempengaruhi kemampuan dan kesiapan TNI dalam menjalankan tugas-tugas operasi di masa mendatang. Menyikapi keadaan ini, maka sangat diperlukan pemberdayaan industri nasional untuk pengembangan dan penyedia sarana pertahanan nasional. Namun demikian perwujudan suatu industri pertahanan yang sesungguhnya tidak dapat dilaksanakan oleh sektor pertahanan secara sepihak tanpa keterlibatan sektor-sektor yang lain. Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja sama di antara tiga pilar industri pertahanan yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perguruan Tinggi, Industri dan pihak Dephan/TNI, dengan dibentengi oleh kebijakan nasional yang jelas untuk menggunakan produk-produk hasil dari putra-putri terbaik bangsa.

Keputusan Presiden Nomor 59 tahun 1983, merupakan langkah awal pembangunan industri strategis termasuk industri pertahanan. Keppres tersebut membidani lahirnya PT IPTN (yang saat ini menjadi PT DI) yang kemudian membidangi industri pertahanan bidang kedirgantaraan, PT PAL yang membidangi industri kemaritiman, PT PINDAD yang membidangi persenjataan dan amunisi, PT DAHANA yang membidangi bahan peledak, dan PT LEN yang membidangi alat-alat elektronika dan komunikasi pertahanan. Sejauh ini industri strategis tersebut telah menghasilkan berbagai produk Alutsista bagi pembangunan kemampuan pertahanan. PT Pindad telah memproduksi senjata ringan, senjata berat, amunisi kaliber kecil, amunisi kaliber besar, amunisi khusus bahkan mampu memproduksi kendaraan tempur. PT PAL telah mampu memproduksi kapal-kapal jenis korvet, kapal patroli, landing platform dockship, tanker, serta dok pemeliharaan kapal perang. PT DI telah memproduksi pesawat transpor sayap tetap, helikopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, simulator pesawat, serta pemeliharaan dan perbaikan pesawat. PT LEN telah memproduksi sistem kendali peralatan militer, sistem deteksi, radar dan sonar serta peralatan komunikasi militer. Demikian pula PT Dahana telah memproduksi berbagai jenis bahan peledak.

Kiprah industri-industri strategis dimaksud mengalami pasang surut sehingga perlu pembenahan secara komprehensif menyangkut kebijakan, kemampuan sumber daya manusia serta dukungan anggaran yang memadai. Sebagai contoh, PT Texmaco, salah satu industri nasional yang memiliki kemampuan di bidang otomotif yang didukung oleh tenaga-tenaga terampil berkualitas internasional, telah mampu memproduksi kendaraan taktis untuk pertahanan, namun akhirnya hancur berantakan akibat salah-urus (mismanagement). Maka dari itu, pembenahan di berbagai bidang diharapkan akan meningkatkan kemampuan daya saing kualitas produk yang dihasilkan serta mendorong pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan dalam negeri sehingga menciptakan kemandirian dalam pengembangan industri pertahanan.

Salah satu ciri kemandirian industri pertahanan adalah adanya framework hubungan kerja sama industri yang kokoh dan kuat serta didukung jaringan kemitraan yang luas. Sistem pengelompokan industri yang saling berkaitan secara intensif dan seirama baik sebagai industri vertikal maupun horizontal sangat diperlukan untuk menumbuhkan dan tetap menjaga kemampuan berkompetisi dengan industri lainnya.

Upaya pengembangan industri pertahanan merupakan bagian dari penyelenggaraan pertahanan secara utuh, serta juga bagian dari pembangunan nasional secara menyeluruh. Konsep pengembangan industri pertahanan melibatkan seluruh unsur sebagai stakeholder yaitu pengguna, pihak yang memproduksi, perancang, penguji, peneliti yang kompeten serta perencana yang tepat dalam kerangka konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan. Konsep Tiga Pilar Pelaku Industri Pertahanan memadukan pengembangan industri pertahanan yakni antara Perguruan Tinggi dan Komunitas Litbang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian dan pengembangan Iptek pertahanan, Industri Strategis yang mendayagunakan Iptek, dan Dephan/TNI sebagai pengguna. Pengguna tidak hanya menerima dan menggunakan hasil produksi dari industri strategis tetapi terlibat juga dalam pengembangan desain sampai menghasilkan prototipe sesuai kebutuhan. Keterlibatan pengguna dalam hal ini diemban oleh badan-badan Litbang yang ada untuk terus meneliti dan mengembangkan Alutsista dan Sarana-Prasarana yang tepat untuk kebutuhan pertahanan Indonesia. Peran litbang sebagai jembatan antara pengguna dan industri sangat penting dalam mewujudkan kemandirian industri bidang pertahanan.

Departemen Pertahanan bertekad untuk mengembangkan industri pertahanan di bidang daya gerak, daya tempur, Pendukung K4I (Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer dan Informasi), dan Bekal termasuk pula penahapannya. Hal ini tertuang dalam kebijakan pembangunan industri pertahanan sebagai dasar hukum bagi perwujudan kemandirian pertahanan. Pengembangan industri pertahanan ini tidak berarti upaya pengembangan kekuatan persenjataan dalam rangka perlombaan persenjataan tetapi untuk lebih memberdayakan dan menggiatkan industri pertahanan dalam pengadaan senjata secara mandiri.

Sesuai UU No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Litbang dan Penerapan Iptek Inovasi artinya : "Kegiatan Litbang dan atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan baru atau cara baru untuk menerapkan Iptek yang telah ada kedalam produk atau proses produksi”. Salah satu prestasi puncak dari inovasi adalah "Invensi", yaitu suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebefumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyem-purnakan atau memperbaharui Iptek yang telah ada. Esensi dari inovasi adalah kreativitas atau upaya kreatif yang terus menerus untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau pembaharuan dari sesuatu yang sudah ada yang memiliki nilai guna dan manfaat yang lebih besar atau lebih menguntungkan. Dalam hal upaya mewujudkan kemandirian sarana pertahanan, maka tak diragukan lagi inovasi berperan sangat penting. Dalam situasi kondisi kemampuan ekonomi, industri dan Iptek pertahanan yang masih rendah, upaya inovatif harus dijalankan secara bersama-sama terpadu dan sinergis oleh semua pihak yang berkepentingan (stakeholder), beserta pihak lainnya yang terkait.

Sebagai penjabaran dari upaya pengembangan dimaksud telah dijajaki beberapa kerja sama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri. Dengan luar negeri, misalnya dengan Jerman sedangkan beberapa negara lain juga sudah menyampaikan keinginannya untuk membantu Indonesia. Kerja sama pertahanan dengan kementrian Pertahanan Jerman akan dilaksanakan dalam bidang riset dan pengembangan teknologi pengayaan sumber-sumber energi, bahan baja dan aktivitas semikonduktor guna pengembangan kemampuan bahan peledak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pembahasan kerja sama ini diikuti juga oleh industri pertahanan dan beberapa universitas yang lebih banyak diisi oleh diskusi kerja sama di bidang riset dan teknologi serta kunjungan ke laboratorium dan fasilitas industri pertahanan, kemungkinan pemberian beasiswa pendidikan yang diprioritaskan pada pengembangan sumber energi seperti bahan peledak yang risetnya sudah dilaksanakan pada 2008. Untuk pengembangan sumber daya manusia akan juga diadakan program magang. Mereka akan dikirim ke beberapa fasilitas Pemerintah Jerman dalam bidang pengayaan energi dan litbang semi konduktor.

Kerja sama dengan pihak-pihak di dalam negeri juga terus dikembangkan. Kerja sama dengan pihak dalam negeri selain untuk kepentingan pertahanan, juga sebagai bentuk kontribusi pertahanan dalam menggairahkan kemampuan dalam negeri yakni dari segi pengembangan sains dan teknologi dalam negeri, perekonomian, perdagangan dan ketenagakerjaan. Dalam rangka pengembangan industri pertahanan, Departemen Pertahanan akan menyusun kebijakan pembinaan teknologi dan industri pertahanan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, Departemen Pertahanan akan melibatkan pihak-pihak di dalam negeri meliputi perguruan tinggi, sektor swasta, maupun dengan Badan Usaha Milik Negara, BPPT, TNI atau lembaga lain yang memiliki kemampuan dalam bidang sains dan teknologi.

Strategi inovasi dan pengembangan teknologi pertahanan harus dibangun diatas kebutuhan pengguna/TNl yang berorientasi pada kemungkinan ancaman, dari dalam dan luar negeri. Untuk ancaman dari luar, pengembangan bagaimana menetralisir atau menangkis penggunaan senjata canggih seperti Rudal pintar (Smart gun) yang memiliki akurasi tinggi dan mematikan. Sarana/alat perlindungan seperti apa yang harus kita buat untuk mencegah dan mengatasi serangan Rudal/Smartgun seperti itu. Dalam hal ini inovasi dan pengembangpaduan Iptek elektronika dan komputer sangat penting untuk diintensifkan. Untuk Alutsista laut (kapal) dan udara (pesawat tempur) pengembangan diarahkan pada peningkatan kemampuan jelajah, manover dan kecepatan serta kemampuan senjata yang melekat (mounted) pada kapal dan pesawat tempur tersebut.

Untuk menghadapi ancaman dalam negeri. Ancaman dalam negeri lebih banyak berupa ancaman non militer seperti sabotase, spionase, sparatisme, radikalisme, illegal logging dan terorisme. Khusus untuk diperairan/laut: perompakan/ pembajakan, illegal fishing, illegal crossing/migrant, penyelundupan dan terorisme maritim. Inovasi dan pengembangan Iptek untuk pertahanan terhadap ancaman dalam negeri ini prioritas diarahkan pada terorisme, illegal fishing, illegal logging dan perompakan, karena empat ancaman tersebut benar-benar aktual dan sangat merugikan. Inovasi pengembangan Iptek paling ampuh untuk mengatasi ancaman tersebut adalah pengembangan alat/sarana deteksi dan identifikasi fenomena dari jarak jauh (remote sensing) melalui pesawat terbang tanpa awak (PTTA) dan satelit.

Pembangunan alutsista memuat kebijakan Pertahanan Republik Indonesia menjadi dasar serta arahan pengembangan dan pengelolaan pertahanan negara. Dalam pembangunan alutsista juga merupakan pernyataan kebijakan pertahanan kepada publik tentang arah dan konsep kebijakan pertahanan negara Indonesia. Dalam lingkup nasional Kebijakan Pertahanan ini menjadi masukan dari aspek pertahanan bagi penyusunan kebijakan sektor nonpertahanan. Dalam lingkup internasional, Kebijakan Pertahanan ini merupakan salah satu sarana peningkatan Confidence Building Measures baik di kawasan regional maupun global.

PENGHARAPAN SISTEM DEMOKRASI DI INDONESIA AGAR DAPAT MENJAMIN DEMOKRASI YANG LEBIH BAIK

Pada era Reformasi dan globalisasi saat ini diwarnai dengan kemajuan teknologi serta kondisi persatuan dan kesatuan bangsa yang memerlukan perhatian serius, hal ini dapat kita amati pada kehidupan demokrasi yang semakin tidak terkontrol, tidak bertanggung jawab dengan ditandai munculnya egoisme yang tidak terkendali, tindakan destruktif, anarkisme yang memicu timbulnya konflik.

Akhir milenium kedua ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Rejim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun yang dipimpin oleh Soeharto akhirnya tumbang. Demokrasi Pancasila versi Orde Baru mulai digantikan dengan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Hanya saja tidak mudah mewujudkan hal ini, karena setelah Soeharto tumbang tidak ada kekuatan yang mampu mengarahkan perubahan secara damai, bertahap dan progresif. Yang ada justru muncul berbagai konflik serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Hal ini tak lepas dari pengaruh krisis moneter yang menjalar kepada krisis keuangan sehingga pengaruh depresiasi rupiah berpengaruh signifikan terhadap kehidupan ekonomi rakyat Indonesia. Inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan ketika masa Orde Baru.

Indonesia setidaknya telah melalui empat masa demokrasi dengan berbagai versi. Pertama adalah demokrasi liberal dimasa kemerdekaan. Kedua adalah demokrasi terpimpin, ketika Presiden Soekarno membubarkan konstituante dan mendeklarasikan demokrasi terpimpin. Ketiga adalah demokrasi Pancasila yang dimulai sejak pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat adalah demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi.

Kelebihan dan kekurangan pada masing-masing masa demokrasi tersebut pada dasarnya bisa memberikan pelajaran berharga bagi kita. Demokrasi liberal ternyata pada saat itu belum bisa memberikan perubahan yang berarti bagi Indonesia. Namun demikian, berbagai kabinet yang jatuh-bangun pada masa itu telah memperlihatkan berbagai ragam pribadi beserta pemikiran mereka yang cemerlang dalam memimpin namun mudah dijatuhkan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. Sementara demokrasi terpimpin yang dideklarasikan oleh Soekarno (setelah melihat terlalu lamanya konstituante mengeluarkan undang-undang dasar baru) telah memperkuat posisi Soekarno secara absolut. Di satu sisi, hal ini berdampak pada kewibawaan Indonesia di forum Internasional yang diperlihatkan oleh berbagai manuver yang dilakukan Soekarno serta munculnya Indonesia sebagai salah satu kekuatan militer yang patut diperhitungkan di Asia. Namun pada sisi lain segi ekonomi rakyat kurang terperhatikan akibat berbagai kebijakan politik pada masa itu.

Lain pula dengan masa demokrasi Pancasila pada kepemimpinan Soeharto. Stabilitas keamanan sangat dijaga sehingga terjadi pemasungan kebebasan berbicara. Namun tingkat kehidupan ekonomi rakyat relatif baik. Hal ini juga tidak terlepas dari sistem nilai tukar dan alokasi subsidi BBM sehingga harga-harga barang dan jasa berada pada titik keterjangkauan masyarakat secara umum. Namun demikian penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin parah menjangkiti pemerintahan. Lembaga pemerintahan yang ada di legislatif, eksekutif dan yudikatif terkena virus KKN ini. Selain itu, pemasungan kebebasan berbicara ternyata menjadi bola salju yang semakin membesar yang siap meledak. Bom waktu ini telah terakumulasi sekian lama dan ledakannya terjadi pada bulan Mei 1998.

Selepas kejatuhan Soeharto, selain terjadinya kenaikan harga barang dan jasa beberapa kali dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, instabilitas keamanan dan politik serta KKN bersamaan terjadi sehingga yang paling terkena dampaknya adalah rakyat kecil yang jumlahnya mayoritas dan menyebabkan posisi tawar Indonesia sangat lemah di mata internasional akibat tidak adanya kepemimpinan yang kuat. Namun demikian, demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia memperlihatkan beberapa kemajuan dibandingkan masa-masa sebelumnya.

Pemilihan umum dengan diikuti banyak partai adalah sebuah kemajuan yang harus dicatat. Disamping itu pemilihan presiden secara langsung yang juga diikuti oleh pemilihan kepala daerah secara langsung adalah kemajuan lain dalam tahapan demokratisasi di Indonesia. Diluar hal tersebut, kebebasan mengeluarkan pendapat dan menyampaikan aspirasi di masyarakat juga semakin meningkat. Para kaum tertindas mampu menyuarakan keluhan mereka di depan publik sehingga masalah-masalah yang selama ini terpendam dapat diketahui oleh publik. Pemerintah pun sangat mudah dikritik bila terlihat melakukan penyimpangan dan bisa diajukan ke pengadilan bila terbukti melakukan kesalahan dalam mengambil suatu kebijakan publik. Jika diasumsikan bahwa pemilihan langsung akan menghasilkan pemimpin yang mampu membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik, maka seharusnya dalam beberapa tahun ke depan Indonesia akan mengalami peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Namun sayangnya hal ini belum terjadi secara signifikan. Hal ini sebagai akibat masih terlalu kuatnya kelompok yang pro-KKN maupun anti perbaikan.

Demokrasi di Indonesia masih berada pada masa transisi dimana berbagai prestasi sudah muncul dan diiringi ”prestasi” yang lain. Sebagai contoh, munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dirasakan mampu menimbulkan efek jera para koruptor dengan dipenjarakannya beberapa koruptor. Namun di sisi lain, para pengemplang dana bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI) mendapat pengampunan yang tidak sepadan dengan ”dosa-dosa” mereka terhadap perekonomian. Namun demikian, masih ada sisi positif yang bisa dilihat seperti lahirnya undang-undang sistem pendidikan nasional yang mengamanatkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Demikian pula rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang masih dibahas di parlemen. Rancangan undang-undang ini telah mendapat masukan dan dukungan dari ratusan organisasi Islam yang ada di tanah air. Hal ini juga memperlihatkan adanya partisipasi umat Islam yang meningkat dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Sementara undang-undang sistem pendidikan nasional yang telah disahkan parlemen juga pada masa pembahasannya mendapat dukungan yang kuat dari berbagai organisasi Islam.

Sementara itu, ekonomi di era demokrasi ternyata mendapat pengaruh besar dari kapitalisme internasional. Hal ini menyebabkan dilema. Bahkan di tingkat pemerintah, ada kesan mereka tunduk dibawah tekanan kapitalis internasional yang tidak diperlihatkan secara kasat mata kepada publik namun bisa dirasakan. Amartya Sen, penerima nobel bidang ekonomi menyebutkan bahwa demokrasi dapat mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini akan terbukti bila pihak legislatif menyuarakan hak-hak orang miskin dan kemudian pihak eksekutif melaksanakan program-program yang efektif untuk mengurangi kemiskinan. Sayangnya, dalam masa transisi ini, hal itu belum terjadi secara signifikan.

Demokrasi di Indonesia terkesan hanya untuk mereka dengan tingkat kesejahteraan ekonomi yang cukup. Sedangkan bagi golongan ekonomi bawah, demokrasi belum memberikan dampak ekonomi yang positif buat mereka. Inilah tantangan yang harus dihadapi dalam masa transisi. Demokrasi masih terkesan isu kaum elit, sementara ekonomi adalah masalah riil kaum ekonomi bawah yang belum diakomodasi dalam proses demokratisasi. Ini adalah salah satu tantangan terberat yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

Demokrasi dalam arti sebenarnya terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian ia merupakan fitrah yang harus dikelola agar menghasilkan output yang baik. Setiap manusia memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, berserikat dan bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi pada dasarnya memerlukan aturan main. Aturan main tersebut sesuai dengan nilai-nilai Islam dan sekaligus yang terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah.

Di masa transisi, sebagian besar orang hanya tahu mereka bebas berbicara, beraspirasi, berdemonstrasi. Namun aspirasi yang tidak sampai akan menimbulkan kerusakan. Tidak sedikit fakta yang memperlihatkan adanya pengrusakan ketika terjadinya demonstrasi menyampaikan pendapat. Untuk itu orang memerlukan pemahaman yang utuh agar mereka bisa menikmati demokrasi. Demokrasi di masa transisi tanpa adanya sumber daya manusia yang kuat akan mengakibatkan masuknya pengaruh asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini adalah tantangan yang cukup berat juga dalam demokrasi yang tengah menapak.

Pengaruh asing tersebut jelas akan menguntungkan mereka dan belum tentu menguntungkan Indonesia. Dominannya pengaruh asing justru mematikan demokrasi itu sendiri karena tidak diperbolehkannya perbedaan pendapat yang seharusnya menguntungkan Indonesia. Standar ganda pihak asing juga akan menjadi penyebab mandulnya demokrasi di Indonesia.

Anarkisme yang juga menggejala pasca kejatuhan Soeharto juga menjadi tantangan bagi demokrasi di Indonesia. Anarkisme ini merupakan bom waktu era Orde Baru yang meledak pada saat ini. Anarkisme pada saat ini seolah-olah merupakan bagian dari demonstrasi yang sulit dielakkan, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Padahal anarkisme justru bertolak belakang dengan hak asasi manusia dan nilai-nilai Islam.

Harapan dari adanya demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemaslahatan umat dan juga bangsa. Misalnya saja, demokrasi bisa memaksimalkan pengumpulan zakat oleh negara dan distribusinya mampu mengurangi kemiskinan. Disamping itu demokrasi diharapkan bisa menghasilkan pemimpin yang lebih memperhatikan kepentingan rakyat banyak seperti masalah kesehatan dan pendidikan.

Tidak hanya itu, demokrasi diharapkan mampu menjadikan negara kuat. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan negara. Demokrasi di negara kuat (seperti Amerika) akan berdampak positif bagi rakyat. Sedangkan demokrasi di negara berkembang seperti Indonesia tanpa menghasilkan negara yang kuat justru tidak akan mampu mensejahterakan rakyatnya. Negara yang kuat tidak identik dengan otoritarianisme maupun militerisme.

Harapan rakyat banyak tentunya adalah pada masalah kehidupan ekonomi mereka serta bidang kehidupan lainnya. Demokrasi membuka celah berkuasanya para pemimpin yang peduli dengan rakyat dan sebaliknya bisa melahirkan pemimpin yang buruk. Harapan rakyat akan adanya pemimpin yang peduli di masa demokrasi ini adalah harapan dari implementasi demokrasi itu sendiri.

Di masa transisi ini, implementasi demokrasi masih terbatas pada kebebasan dalam berpolitik, sedangkan masalah ekonomi masih terpinggirkan. Maka muncul kepincangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik dan ekonomi adalah dua sisi yang berbeda dalam sekeping mata uang, maka masalah ekonomi pun harus mendapat perhatian yang serius dalam implementasi demokrasi agar terjadi penguatan demokrasi. Semakin rendahnya tingkat kehidupan ekonomi rakyat akan berdampak buruk bagi demokrasi karena kuatnya bidang politik ternyata belum bisa mengarahkan kepada perbaikan ekonomi. Melemahnya ekonomi akan berdampak luas kepada bidang lain, seperti masalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang lemah jelas tidak bisa memperkuat demokrasi, bahkan justru bisa memperlemah demokrasi.

Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif. Untuk menghadapi tantangan dan mengelola harapan ini agar menjadi kenyataan dibutuhkan kerjasama antar instansi pemerintah, TNI, POLRI, kelompok, partai politik dan semua pihak agar demokrasi bisa berkembang ke arah yang lebih baik.

MELEMAHNYA KETAHANAN SOSIAL SEBAGAI BAGIAN DARI KETAHANAN NASIONAL DALAM ERA GLOBALISASI SAAT INI

Adanya gelombang globalisasi melanda dunia menjadikan perbatasan antar Negara menjadi transparan dan mengabur. Dalam perkembangan dunia saat ini polarisasi Timur dan Barat yang demikian cepatnya hilang seolah tak berbekas dan seperti tiba-tiba pula muncul polarisasi Utara–Selatan yang secara mengejutkan menjadi issu antar bangsa. Menghadapi gejala seperti itu banyak pendapat yang mempersepsikan seolah-olah zaman ideologi berakhir berganti dengan zaman ekonomi. Pada sebagian negara dilanda gejala menyempitnya ikatan-ikatan nasionalisme, bangsa ini sebelumnya berada pada skala lebih luas kemudian mengalami perubahan berlanjut dengan timbulnya perpecahan dan menjadi negara-negara kecil pada ikatan nasionalisme yang lebih sempit. Perkembangan dunia yang begitu cepat tidak terlepas dari adanya Keterbukaan Infromasi, kebebasan berpendapat, dan kondisi Ketahanan Nasional yang dimiliki masing-masing bangsa. Bangsa Indonesia mempunyai ideologi terbuka yaitu Pancasila tentunya tak luput mengalami hempasan gelombang globalisasi sehingga terjadilah perubahan era seperti saat ini yaitu era reformasi.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang bermasyarakat majemuk dengan berbagai suku, agama, ras dan golongan dikaruniai bermacam bahasa serta budaya dengan memiliki ideologi terbuka yaitu Pancasila. Dalam penyelenggaraan kenegaraan pengaturan kesejahteraan serta keamanan dalam kehidupan nasionalnya terbagi dalam dua aspek yaitu aspek alamiah/Trigatra dan aspek sosial/Pancagatra. Kondisi bangsa Indonesia saat ini mengalami babak baru dengan memasuki era reformasi sebagai konsekuensi dari terpaan gelombang globalisasi dunia. Reformasi telah membawa perubahan–perubahan yang mendasar pada tatanan pemerintahan Indonesia termasuk amandemen pada batang tubuh UUD 1945, bahkan ada upaya dari kelompok masyarakat tertentu untuk mengubah UUD 1945 dengan UUD yang baru.

Ciri-ciri dari ketahanan nasional, yaitu sebagai berikut : Merupakan kondisi sebagai prasyarat utama bagi negara berkembang. Difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan. Tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di dasarkan pada metode astagrata, seluruh aspek kehidupan nasional tercermin dalam sistematika astagarata yang terdiri atas 3 aspek alamiah (trigatra) yang meliputi geografi, kekayaan alam, dan kependudukan dan lima aspek sosial (pancagatra) yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Berpedoman pada wawasan nasional, Wawasan nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Wawasan nusantara juga merupakan sumber utama dan landasan yang kuat dalam menyelenggarakan kehidupan nasional sehingga wawasan nusantara dapat disebut sebagai wawasan nasional dan merupakan landasan ketahanan nasional

Pengejawantahan pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diaktualisasikan dengan mempertimbangkan wujud konstelasi dan posisi geografi maupun isi dan potensi yang dimiliki wilayah nusantara, serta sejarah perjuangan bangsa. Hal tersebut menimbulkan rangsangan dan dorongan kepada bangsa Indonesia untuk membina dan mengembangkan potensi dari segala aspek kehidupan nasionalnya secara dinamis, utuh dan menyeluruh agar mampu mempertahankan identitas, integritas dan kelangsungan hidup pertumbuhan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita nasional.

Ketahanan sosial merupakan bagian integral dari ketahanan nasional, selain ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan pertahanan-keamanan. Jadi, ketahanan sosial seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan militer merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional. Pandangan lain menyebutkan bahwa ketahanan sosial merupakan kemampuan komunitas (local/ grassroot community) dalam memprediksi, mengantisipasi, dan mengatasi perubahan sosial yang terjadi, sehingga masyarakat tetap dapat koeksistensi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kedua pandangan tersebut bukanlah pandangan dikotomis, namun dapat dipadukan menjadi pemahaman yang lebih komprehensif. Ketahanan sosial suatu komuniti sering dikaitkan dengan kemampuannya mengatasi resiko akibat perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang mengelilinginya. Ketahanan sosial juga menggambarkan kemampuan bertahan di tingkat sistim lokal dari arus globalisasi dan desentralisasi.

Ketahanan sosial menunjukkan adanya kemampuan komunitas untuk menghindari dan atau mengelola konflik, mencari berbagai solusi, seiring dengan perkembangan komunitas itu sendiri. Ketahanan sosial mencakup kemampuan internal untuk menggalang konsensus dan mengatur sumber daya dan faktor eksternal yang dapat menjadi sumber ancaman, namun dapat diubah menjadi peluang. Jadi, ketahanan sosial merupakan produk interaksi dinamis antara faktor eksogen dengan endogen, sehingga kemampuan tersebut menunjukkan adanya aspek dinamika dan keseimbangan (community homoestatic and dynamic). Kemampuan di sini bukan hanya sekedar kemampuan bertahan, tetapi di dalamnya ada unsur dinamik yaitu kemampuan untuk segera kembali kepada kondisi semua atau justru lebih baik lagi. Ketahanan sosial juga mengandung kemampuan untuk mengelola pengelolaan sumber daya, perbedaan, kepentingan, dan konflik Jadi, ketahanan sosial mengandung arti kemampuan untuk mengubah ancaman dan tantangan menjadi peluang dan kesempatan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka ketahanan sosial bukanlah suatu finish product, tetapi sebagai proses dan dinamika masyarakat. Kemampuan ini yang sejalan dan merupakan bagian dari ketahanan nasional. Kemampuan-kemampuan dalam ketahanan sosial masyarakat akan meningkatkan kewaspadaan nasional, karena pada dasarnya kewaspadaan nasional merupakan rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegaranya dari suatu potensi ancaman yang unsur kewaspadaan nasional ini juga terdapat dalam ketahanan sosial. Ketahanan sosial dalam suatu masyarakat meliputi empat dimensi yang berhubungan erat dengan kewaspadaan nasional dan ketahanan nasional sebagai berikut : Mampu melindungi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dari perubahan sosial yang mempengaruhi. Dalam arus globalisasi yang berkembang cepat, dimana tak ada lagi batas-batas negara, maka ditengah arus informasi dan komunikasi yang mendunia diperlukan kemampuan untuk memfilter pengaruh-pengaruh yang belum sesuai dengan norma-norma dan nilai kehidupan bangsa dan negara, seperti nilai-nilai kebebasan, kesetaraan dan faham liberal, pluralisme yang diterapkan tanpa dilandasi oleh adat budaya bangsa.

Dalam era globalisasi terjadi pula suatu keadaan dalam masyarakat suatu sikap individualistik, materialistik, hedonistik, berakibat merosotnya perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi negara bangsa, sehingga warganegara tidak lagi peduli terhadap bangsanya. Bila tak mampu melindungi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dari perubahan sosial tersebut, maka akan terjadi degradasi moral, wawasan kebangsaan rapuh, hilangnya kesetiakawanan sosial, yang kuat menindas yang lemah, merebaknya korupsi, hilangnya keadilan, terganggunya pembangunan nasional. Akibat merosotnya perhatian dan kepedulian terhadap eksistensi bangsa tersebut, maka akan berakibat melemahnya kewaspadaan nasional. Seperti kita ketahui bahwa kewaspadaan nasional adalah suatu sikap dalam hubungannya dengan nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta perhatian seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegaranya dari suatu potensi ancaman. Tentu saja sebagai akibat lebih besar lagi adalah lemahnya ketahanan nasional. Bila ketahanan nasional lemah, maka akan menyebabkan dis integrasi bangsa, sehingga kerangka NKRI terganggu. Mampu Mampu membangun partisipasi masyarakat dan kelembagaan masyarakat. Investasi sosial dalam hal ini adalah partisipasi masyarakat dan kelembagaan masyarakat.

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan mental/ pikiran dan emosi seseorang di dalam situasi kelompok, yang mendorongnya untuk memberi sumbangan kepada kelompok dalam upaya mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap upaya yang bersangkutan, sehingga membantu berhasilnya setiap program. Sumbangan dapat berupa pemberian informasi, pikiran dan berupa pemberian tenaga, atau aktivitas untuk mencapai tujuan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk keterlibatan masyarakat mempunyai arti penting dalam proses menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai cara menyelesaikan masalah mereka.

Dengan demikian masyarakat mampu melihat masalah mereka sendiri sebagai orang yang terlibat dari perencanaan, pelaksanaan dan hasil. Menumbuhkan kesadaran diri dan aksi akan menjadikan masyarakat tidak hanya sebagai objek tetapi berperan sebagai subjek. Dengan demikian maka dengan adanya keterlibatan masyarakat maka akan tercapai suatu pemecahan masalah sesuai dengan keinginan bersama, adanya mufakat bersama merupakan bentuk kerjasama antar hubungan individu yang saling mempercayai, saling terbuka, adanya tujuan bersama, sehingga akan terbentuk sistem sosial yang kokoh, yang akan meningkatkan kewaspadaan nasional, sehingga terbentuklah ketahanan nasional.

Kelembagaan masyarakat menurut Hayami dan Kikuchi (1987) adalah :
(1) aturan main dalam interaksi interpersonal, yaitu sekumpulan aturan mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak, perlindungan hak-hak dan tanggungjawabnya. (2) suatu organisasi yang memiliki hirarki yaitu adanya mekanisme administrasi dan kewenangan. Dalam prakteknya, institusi dapat merupakan gabungan dari kebijakan dan tujuan, hukum dan regulasi, rencana dan prosedur organisasi, mekanisme insentif, mekanisme akuntabilitas, norma, tradisi, dan adat istiadat.

Adapun manfaat kelembagaan, adalah : (1) Pedoman masyarakat untuk berperilaku dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. (2) Menjaga keutuhan masyarakat atau kelompok sosial tertentu Jika masyarakat mempunyai pedoman hidup untuk berperilaku, maka masyarakat mempunyai arah didalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, tahu apa yang salah, tahu apa yang benar, mana yang boleh dilaksanakan mana yang tidak, dengan demikian keutuhan masyarakat atau komunitas sosial dapat terjaga. Bila keutuhan terjaga maka tingkat kewaspadaan nasional menjadi tinggi, dengan demikian terbentuklah ketahanan nasional. (3) Mampu dalam mengelola konflik dan kekerasan. Pada era reformasi yaitu setelah runtuhnya Orde Baru, masalah konflik sosial muncul begitu spontan dan meluas, sehingga menimbulkan dampak yang sangat besar, baik secara ekonomis, fisik, mental-psikologis, dan sosial. Hasil dan manfaat pembangunan yang telah dibangun secara susah payah terasa tidak ada artinya. Konflik seringkali dipahami sebagai pertentangan yang terjadi antara seseorang dengan orang lain, antara kelompok dengan kelompok atau seseorang dengan kelompok dan biasanya terjadi antara pihak yang mempunyai tujuan sama. Dimana salah satu pihak merasa dirugikan dengan keputusan atau tindakan yang diambil. Konflik sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan organisasi yang menyebabkan hasil yang kurang produktif dan berakibat fatal bagi organisasi yang bersangkutan. Adanya ketahanan sosial masyarakat seperti kemampuan mengendalikan konflik merupakan modal dalam membina persatuan. Bila konflik sosial dapat dikendalikan, maka keamanan akan meningkat. Keamanan meningkat akan memberikan kewaspadaan nasional yang tinggi pula, yang otomatis akan membentuk ketahanan nasional. (4) Mampu dengan kearifan lokal mengelola sumber daya alam dan sosial Usaha untuk melestarikan nilai-nilai lokal dengan menjaga sumber daya alam dan sosial seperti lembaga atau pranata sosial, nilai kebersamaan dan gotong royong serta kepedulian. Kearfian lokal adalah kematangan masyarakat ditingkat komunitas lokal yang tercermin dalam sikap, perilaku dan cara pandang masyarakat yang kondusif didalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material maupun non material) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik atau positif. Lingkup kearifan lokal meliputi dimensi-dimensi pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, mekanisme pengambilan keputusan lokal, solideritas kelompok. Kearifan terhadap lingkungan dapat dilihat dari bagaimana perlakuan kita terhadap benda-benda, tumbuhan, hewan, dan apapun yang ada di sekitar kita. Perlakuan ini melibatkan penggunaan akal budi kita, sehingga dari perlakuan-perlakuan tersebut dapat tergambar hasil dari aktivitas budi kita. Akumulasi dari hasil aktivitas budi dalam menyikapi dan memperlakukan lingkungan disebut pengetahuan lokal atau biasa disebut kearifan lokal. Kearifan lokal ini menggambarkan cara bersikap dan bertindak kita untuk merespon perubahan-perubahan yang khas dalam lingkup lingkungan fisik maupun kultural. Tertatanya sumber daya sosial akan memberikan ketahanan sosial yang akan semakin meningkatkan kewaspadaan nasional. Kemampuan mengelola sumber daya alam dalam ketahanan sosial masyarakat adalah dengan pemanfaatan dengan menggunakan kearifan lokal.

Dalam konsepsi ketahanan nasional hal ini sejalan dengan aspek trigatra. Pemanfaatan kekayaan alam harus menggunakan asas maksimal, lestari, daya saing dan dengan pendekatan sosial budaya. Asas maksimal dalam arti memberi manfaat yang optimal untuk membangun dan menjaga ketimpangan antar daerah yang dalam ketahanan sosial masyarakat disebut dengan kearifan lokal, dalam arti memperhatikan kepentingan daerah. Asas lestari dalam arti kebijakan pengelolaan dan pesatnya pemakaian sumber kekayaan alam harus memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang. Asas berdaya saing dengan maksud agar dapat digunakan sebagai alat untuk memperkecil ketergantungan pada negara besar. Untuk itu, diperlukan IPTEK, kesadaran membangun, pembinaan, dan kebijakan yang rasional. Pemanfaatan kekayaan alam berdasarkan asas maksimal, lesatri, berdaya saing mewajibkan setiap bangsa untuk bertindak sebagai berikut : Menyusun kebijakan dan peraturan tentang pengamanan penggunaan kekayaan alam seefisien mungkin agar memberikan manfaat optimal dan lestari bagi nusa dan bangsa Menyusun pola pengelolaan kekayaan alam dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Membina kesadaran nasional dalam pemanfaatan kekayaan alam Mengadakan program pembangunan berkelanjutan. Mengadakan pembentukan modal yang memadai. Menciptakan daya beli dan konsumsi yang cukup, baik dalam negeri maupun luar negeri. Pengejawantahan kewajiban-kewajiban tersebut akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan nasional yang berarti juga meningkatkan ketahanan nasional.

Pentingnya langkah-langkah pembinaan untuk mempertahankan Ketahanan Ideologi Pancasila, diantaranya : (1) Peningkatan dan pengembangan pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif. (2) Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus di relevansikan dan di aktualisasikan nilai instrumentalnya. (3) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika dan konsep Wawasan Nusantara yang bersumber dari Pancasila. (4) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara republik Indonesia harus dihayati dan diamalkan secara nyata. (5) Pembangunan sebagai pengamalan Pancasila harus menunjukkan keseimbangan fisik material dengan pembangunan mental spirituil untuk menghindari tumbuhnya materialisme dan sekularisme. (6) Pendidikan moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik dengan cara mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain di sekolah.

Kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara dengan baik bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup manusia Indonesia dewasa ini dan dapat digunakan untuk menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan sesamanya (tripita cipta karana). Dan sebagai bangsa yang besar pemilik dan pewaris sah kebudayaan yang adiluhung pula, bercermin pada kaca benggala kearifan para leluhur dapat menolong kita menemukan posisi yang kokoh di arena global ini. Kearifan lokal di dalam mengelola sumber daya alam berarti memperhatikan aspirasi pendududuk setempat sehingga sumber daya alam akan dapat membangun memberikan kontribusi bagi kemajuan pembangunan penduduk setempat. Pembagian yang merata dari sumber daya alam antara pemerintah daerah dan pusat akan menghindarkan perasaan diberlakukan tidak adil, sehingga tidak menumbuhkan rasa curiga, ketidak percayaan penduduk lokal terhadap pemerintah, hilangnya kewaspadaan nasional sehingga ketahanan nasional dapat terbentuk dan dis integrasi bangsa akan dapat dihindarkan.

PERLUNYA MENGEMBANGKAN STRATEGI PENANGKALAN DALAM MENGHADAPI KEMUNGKINAN ANCAMAN TERHADAP KEUTUHAN DAN EKSISTENSI NKRI

Perkembangan lingkungan strategis yang penuh ketidakpastian mengandung potensi kerawanan timbulnya benturan-benturan kepentingan nasional yang dapat mengancam kestabilan politik Indonesia. Risis ekonomi global yang berawal dari kegagalan Amerika Serikat dalam menerapkan kebijakan ekonominya termasuk kredit perumahan yang macet dan cadangan minyak dunia yang menipis, telah mengakibatkan harga minyak dunia cenderung menjadi tidak stabil. Kondisi ini secara langsung atau tidak langsung telah mengakibatkan terganggunya perekonomian negara-negara di dunia. Potensi konflik di Korea, Laut Cina Selatan, perebutan kepulauan Paracel dan Spratly oleh enam negara (RRC, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunei Darusalam dan Philipina) perlu diwaspadai oleh Indonesia. Sejalan dengan isue global dan kemajuan iptek serta tuntutan transparasi dalam pengelolaan negara, telah mengakibatkan meningkatnya kualitas ancaman yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah perjalanan bangsa Indonesia membuktikan bahwa sejak lahirnya bangsa Indonesia sampai dengan saat ini telah banyak menghadapi berbagai ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan serta keselamatan bangsa dan negara Indonesia. Oleh sebab itu untuk menghadapi setiap ancaman di masa yang akan datang, maka setiap spektrum ancaman perlu dipahami oleh seluruh komponen bangsa Indonesia, sehingga kemungkinan ancaman dapat dideteksi sedini mungkin dan tidak terdadak serta dapat dihadapi secara konsepsional dan terpadu. Adapun perkiraan ancaman terhadap keamanan nasional dapat datang dari dalam negeri maupun luar negeri.

Perkembangan situasi dalam negeri saat ini sedang mengalami gejolak yang bersifat multi dimensi, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam, terutama di bidang ekonomi sebagai akibat krisis ekonomi global serta kondisi politik yang memanas dalam menghadapi Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden/Wapres. Kondisi yang berkembang saat ini perlu di waspadai oleh seluruh komponen bangsa karena dapat menimbulkan konflik vertikal maupun horizontal serta dapat mengganggu eksistensi NKRI. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menyiapkan Strategi Penangkalan aspek militer sebagian dari Sishanneg, untuk menghadapi ancaman terhadap keutuhan NKRI baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adapun ancaman militer dari luar terhadap kedaulatan, keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa akan melahirkan perang Konvensional yang bersifat perang umum atau terbatas, sedangkan ancaman dari dalam negeri diantaranya masih menguatnya isue ancaman separatis bersenjata yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Konflik horizontal yang bernuansa SARA dibeberapa daerah dan ancaman terorisme serta ancaman terhadap kedaulatan NKRI khususnya di daerah perbatasan dengan negara tetangga.

Krisis ekonomi global yang diperkirakan masih akan berlanjut sampai dengan akhir dekade ini, ditenggarai akan mendorong negara – negara maju yang tidak memiliki sumber daya alam yang berlimpah untuk menguasai negara – negara yang kaya akan sumber daya alam. Penguasaan ini dapat dilakukan dengan menguasai secara langsung maupun tidak langsung, baik secara fisik maupun non fisik. NKRI yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terdiri dari beribu – ribu pulau besar dan kecil serta memiliki sumber kekayaan alam yang sangat berlimpah tentunya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi negara asing untuk dapat memanfaatkannya dengan segala cara baik legal maupun ilegal. Oleh karena itu dalam rangka menjaga keutuhan wilayah NKRI dari segala bentuk ancaman baik dari dalam maupun luar negeri, diperlukan suatu strategi penangkalan sesuai dengan yang diperlukan.

Bangsa Indonesia yang pluralitas dan masyarakatnya terdiri dari bermacam – macam suku bangsa, menganut bermacam – macam agama, memiliki potensi ancaman yang cukup rawan. Seperti kita ketahui bahwa pada tahun 2009 ini bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden / Wakil Presiden yang tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan benturan kepentingan antar golongan / kelompok yang dapat menimbulkan konflik horizontal. Di lain pihak, krisis ekomoni global telah menimbulkan berbagai dampak terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, seperti pemutusan hubungan kerja, menurunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya jumlah angka kemiskinan. Apabila hal ini tidak segera diatasi, maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan keresahan sosial yang dapat berkembang menjadi kerusuhan sosial yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional. Dalam rangka mengantisipasi segala bentuk ancaman khususnya yang datang dari dalam negeri, bagaimana strategi penangkalan yang harus dilakukan dalam mengantisipasi terjadinya konflik vertikal dan horizontal di Indonesia ?

Untuk menjawab rumusan permasalahan yang ada dalam rangka mewujudkan keutuhan dan kedaulatan NKRI, diperlukan suatu pertanyaan yang menarik untuk dibahas guna mengetahui letak permasalahan sebenarnya dan bagaimana menyikapinya sehingga dapat ditemukan suatu konsep sebagai solusi terbaik guna mewujudkan strategi penangkalan guna menghadapi segala AGHT saat ini maupun di masa yang akan datang.

Mengamati perkembangan lingkungan strategis saat ini yang penuh dengan ketidakpastian mengandung potensi kerawanan timbulnya benturan-benturan kepentingan nasional yang dapat mengancam kestablian politik Indonesia. Dari sejarah sejak lahirnya bangsa Indonesia membuktikan bahwa telah banyak menghadapi ancaman, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang membahayakan keselamatan bangsa dan negara.

Seiring dengan transparansi dan issu global mengakibatkan meningkatnya kualitas ancaman yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu untuk menghadapi setiap ancaman dimasa yang akan datang maka setiap spectrum acaman perlu dipahami oleh seluruh komponen bangsa, agar kemungkinan ancaman dapat dideteksi sedini mungkin sehingga tidak terdadak serta dapat dihadapi secara konsepsional dan terpadu. Adapun trend perkiraan ancaman terhadap keamanan nasional kedepan dihadapkan kepada kepentingan pertahanan negara diantaranya masih menguatnya issue acaman separatis bersenjata yang memisahkan diri dari NKRI, masih menguatnya issu terjadinya konflik horizontal yang bernuansa SARA di beberapa daerah di tanah air, masih menguatnya issu ancaman terorisme, ancaman kedaulatan di wilayah perbatasan.

Untuk menghadapi ancaman tersebut diatas diperlukan suatu strategi penangkalan yang mengandung pengertian himpunan upaya mencegah timbulnya konflik yang bertumpu pada upaya total bangsa Indonesia yang berisi kesemestaan, kewilayahan dan kerakyatan, atau cara yang ditempuh untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan atau mengandalkan kemampuan suatu negara untuk mencapai tujuan yang ditentukan yaitu untuk mencegah perang atau kalau perang telah terjadi, untuk mencegah berlanjutnya perang dengan menyadarkan pihak lawan keuntungan yang akan diperolehnya tidak sesuai dengan pengorbanan yang didalamnya.

Dalam menghadapi kemungkinan ancaman dari definisi tersebut diatas, perlu diketahui unsur-unsur penangkalan yang kita miliki saat ini sehingga dapat disusun suatu konsep strategi penangkalan. Unsur-unsur penangkalan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

Pertama, kemampuan (Capability). Kemampuan ini merupakan paduan antara kemampuan fisik dan non fisik seperti motivasi, reputasi, moral, kepemimpinan dan lain-lain. Untuk melaksanakan tindakan yang dapat diasumsikan oleh lawan melalui nalar prakiraan tindakannya, negara yang melaksanakan penangkalan harus mempunyai kemampuan. Kemampuan tangkal adalah totalitas dari seluruh kemampuan negara baik yang bersifat fisik atau non fisik, militer maupun non militer. Salah satu ukuran kemampuan tangkal bangsa Indonesia adalah ketahanan nasional.

Kedua, kredibilitas (Credibility). Kredibilitas merupakan derajat kepercayaan untuk menumbuhkan keyakinan pihak yang ditangkal bahwa negara penangkal akan benar-benar melaksanakan kehendaknya apabila dipaksa oleh pihak yang ditangkal. Dengan demikian kredibilitas akan mempengaruhi sikap musuh dalam melaksanakan tindakan atau tidak melaksanakan tindakan yang tidak diinginkan negara penangkal. Kredibilitas penangkalan suatu negara tidak muncul begitu saja, akan tetapi dimiliki dan dipelihara secara berlanjut. Kepercayaan pihak lawan terhadap tekad penangkal akan sangat tergantung kepada pengalaman-pengalaman masa lalu. Penangkalan mempunyai kredibilitas apabila sekali pihak penangkal menunjukkan ancaman sudah dapat dipastikan bahwa ancaman itu bila perlu akan benar-benar dilakukan. Kredibilitas penangkalan suatu bangsa sangat bergantung kepada karakter nasional dan mutu kepemimpinan nasionalnya. Dengan demikian terdapat hubungan antara karakter dan kepemimpinan nasional dengan kemampuan tangkal karena tekad untuk melaksanakan respons itu dipengaruhi oleh kadar kemampuan yang dimiliki, sehingga kredibilitas pada hakekatnya adalah gabungan antara tekad dan kemampuan. Tuntutan kredibilitas dalam meyakinkan lawan adalah sebagai berikut : (1) Pihak yang ditangkal harus menyadari sepenuhnya bahwa pihak penangkal memiliki unsur-unsur kemampuan yang cukup untuk melakukan niat penangkalnya. (2) Pihak yang ditangkal harus yakin bahwa pihak penangkal memiliki kemantapan tekad untuk menggunakan kemampuan tersebut. (3) Implikasi dalam menghadapi lawan yang tidak memiliki informasi yang cukup dapat menimbulkan kondisi yang sangat irasional, oleh karena itu penangkalan yang meyakinkan membutuhkan struktur kekuatan yang lebih besar daripada struktur kekuatan yang digunakan untuk menangkal lawan yang memiliki informasi yang cukup dan mempunyai sikap rasional. Kemungkinan adanya irasionalitas mengharuskan negara penangkal mengerahkan intelijen secara cermat guna memonitor pihak lawan dan memastikan strategi penangkalan bekerja dengan baik.

Ketiga, Komunikasi (Communication). Musuh atau pihak yang potensial sebagai musuh harus menyadari dengan tepat, seberapa besar dan seberapa jauh tindakan yang tidak boleh dilakukan dan apa kira-kira resiko yang akan terjadi bila dilanggar. Oleh karena itu niat, kemampuan dan tekad sipenangkal harus dikonsultasikan secara jelas karena hal ini merupakan hal yang paling esensial. Kehendak penangkal harus dipahami oleh pihak lawan agar tidak menimbulkan salah pengertian dan bersikap irasional.

Untuk menjawab permasalahan bagaimana strategi penangkalan menjaga keutuhan wilayah NKRI dari segala bentuk ancaman baik yang datang dari dalam maupun luar negeri saat ini, berdasarkan unsur-unsur penangkalan tersebut diatas adalah sebagai berikut :

Pertama, penangkalan sebagai strategi damai. Strategi penangkalan sebagai strategi damai merupakan prioritas dalam strategi penangkalan yang paling sesuai yaitu sejauh mungkin berupaya untuk mencegah perang. Strategi ini sangat sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang mencintai perdamaian tetapi lebih mencintai kemerdekaan dan kedaulatan. Perang adalah pilihan terakhir setelah segala upaya damai untuk mencegah perang tidak berhasil. Perang hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa dalam bentuk perang keadilan guna mempertahankan kemerdekaan, identitas, integritas serta kedaulatan bangsa, negara dan tujuan nasional.

Kedua, penangkalan bersifat kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan, penangkalan yang bersifat kerakyatan berarti mengikutsertakan seluruh rakyat sesuai kemampuan dan keahliannya, bersifat kesemestaan berarti seluruh daya dan kemampuan bangsa dan negara dalam keadaan krisis dan mendesak dapat dimobilisasikan, bersifat kewilayahan berarti bahwa wilayah negara merupakan tumpuan perlawanan yang didukung oleh segenap kandungan didalamnya. Strategi penangkalan ini walaupun kurang populer apabila dibandingkan dengan strategi penangkalan yang dikembangkan di negara-negara lain seperti Korea Utara dan Iran yang mengembangkan strategi nuklir sebagai strategi penangkalannya. Namun demikian strategi ini masih relevan sebagai strategi penangkal yang handal bagi bangsa Indonesia karena kekuatan dengan strategi penangkal konvensional kita masih sangat lemah sehingga strategi penangkal Sishanta ini menjadi titik kuat dalam mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia.

Ketiga, Penangkalan Unilateral. Penangkalan di Indonesia tidak didasarkan pada besarnya ancaman melainkan pada besarnya jaminan terhadap resiko yaitu bahwa setiap usaha pihak tertentu yang berupaya untuk memerangi Indonesia akan menghadapi perlawanan dari seluruh rakyat, sehingga yang bersangkutan menghadapi resiko yang tak sepadan dan tujuannya tidak akan tercapai. Menurut asas ini penangkalan Indonesia bersifat Unilateral dalam arti tidak ditujukan terhadap musuh tertentu serta bukan berdasarkan perimbangan kekuatan, melainkan pada tekad dan semangat seluruh rakyat dalam mencegah dan menghilangkan niat dan aksi bermusuhan dari calon lawan, yang akan mengganggu kemerdekaan, kedaulatan, identitas dan integritas bangsa. Asas penangkalan unilateral mengandung arti bahwa Hanneg akan selalu dilaksanakan secara berkelanjutan, baik menghadapi ancaman nyata maupun ancaman potensial.

Keempat, penangkalan Konvensional. Suatu konsep penangkalan tidak mendasarkan pada kekuatan Tentara Nasional Indonesia, melainkan melibatkan seluruh rakyat. Kekuatan Tentara Nasional Indonesia yang didukung oleh seluruh rakyat memiliki daya tangkal yang dapat diandalkan.

Untuk menjawab rumusan permasalahan kedua bagaimana strategi penangkalan NKRI yang harus dilakukan untuk masa yang akan datang maka strategi yang harus dikembangkan adalah sebagai berikut :

Pertama, penangkalan sebagai strategi damai. Sama seperti rumusan permasalahan pertama strategi penangkalan sebagai strategi damai masih merupakan prioritas dalam strategi penangkalan yang paling sesuai yaitu sejauh mungkin berupaya untuk mencegah perang.

Kedua, penangkalan dengan sistem pertahanan rakyat semesta yang meliputi perpaduan antara strategi penangkalan kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan, dengan strategi penangkalan konvensional dan unilateral namun dengan mengembangkan kekuatan TNI yang lebih profesional, efektif, efisien, dan modern yang dapat disejajarkan dengan kekuatan angkatan bersenjata negara lain baik dalam jumlah maupun alat utama sistem senjata sehingga dapat dikenal oleh negara lain bahwa kemampuan, kredibilitas dan komunikasi Tentara Nasional Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata dan membuat segan negara lain dan meniadakan niat untuk menyerang Indonesia.

Untuk menjawab rumusan permasalahan yang kedua yaitu bagaimana strategi penangkalan yang harus dilakukan dalam mengantisipasi terjadinya konflik horizontal di Indonesia, khususnya dari akibat campur tangan pihak negara asing, maka strategi penangkalan yang dilaksanakan adalah dengan membangun kemampuan dan kredibilitas penangkalan sebagai perwujudan dari wawasan nusantara dan ketahanan nasional sebagai berikut :

Pertama, Pembangunan kemampuan nasional yang meliputi pembangunan ideologi, politik, ekonomi, Sosbud dan Pertahanan. Pada saat sekarang kita sedang melaksanakan pembangunan tersebut, didalam melaksanakan pembangunan, kita telah mempunyai pedoman yaitu GBHN yang pada hakekatnya adalah Pola Umum Pembangunan Nasional. Kita juga memiliki wawasan nusantara dan konsepsi ketahanan nasional yang turut mendasari pembangunan disegala bidang. Sasaran pembangunan jangka panjang pada masing-masing bidang juga telah ditentukan dalam GBHN yang akan dilaksanakan secara bertahap, pembangunan yang makin berhasil semua bidang akan meningkatkan kemampuan tangkal dalam menghadapi ancaman.

Kedua, Penegakan Kedaulatan dan Penjagaan Keutuhan Wilayah NKRI. Strategi ini ditujukan untuk mewujudkan kesiapan operasional dan penindakan ancaman baik berupa invasi/agresi dari luar dan ancaman dari dalam baik ancaman militer maupun non militer. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : (1) Antisipasi dan Pelaksanaan operasi militer atau non militer terhadap gerakan separatis yang berusaha memisahkan diri dari NKRI terutama gerakan separatisme bersenjata yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia. (2) Antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau non militer terhadap aksi radikalisme yang berlatar belakang primordial etnis, ras dan agama serta ideologi di luar Pancasila, baik berdiri sendiri maupun memiliki keterkaitan dengan kekuatan-kekuatan di luar negeri. (3) Antisipasi dan pelaksanaan operasi militer atau non militer terhadap konflik komunal, kendatipun bersumber pada masalah sosial ekonomi, namun dapat berkembang menjadi konflik antar suku, agama maupun ras/keturunan dalam skala yang luas.

Ketiga, Pemantapan Keamanan Dalam Negeri. Program ini ditujukan untuk meningkatkan dan memantapkan keamanan dan ketertiban wilayah Indonesia terutama di daerah rawan seperti wilayah laut Indonesia, wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, serta meningkatkan kondisi aman wilayah Indonesia dari tindak kejahatan separatisme. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : (1) Operasi keamanan dan penegakan hukum dalam hal penindakan awal separatisme di wilayah kedaulatan NKRI. (2) Upaya keamanan dan ketertiban di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar. (3) Pendekatan persuasif secara intensif kepada masyarakat yang rawan terhadap pengaruh separatis.

Keempat, Peningkatan Komitmen Persatuan dan Kesatuan Nasional. Strategi ini ditujukan untuk menyepakati kembali makna penting persatuan nasional dalam konstelasi politik yang sudah berubah. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : (1) Pendidikan politik masyarakat. (2) Sosialisasi wawasan kebangsaan. (3) Upaya perwujudan dan fasilitasi berbagai fora dan wacana-wacana sosial politik yang dapat memperdalam pemahaman mengenai pentingnya persatuan bangsa, mengikis sikap diskriminatif, dan menghormati perbedaan-perbedaan dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan celah – celah yang dapat dimanfatkan oleh pihak-pihak luar yang campur tangan terhadap konflik dan permasalahan dalam negeri dapat ditangkal dan konflik tersebut dapat diselesaikan dengan baik.