Kamis, 18 Juni 2009

PERLUNYA PEMBENAHAN SISTEM PERTAHANAN SEMESTA BERDASARKAN KONDISI GLOBAL SAAT INI

Geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak diantara benua Asia dan Australia, serta Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, menyebabkan kondisi nasional sangat dipengaruhi oleh perkembangan konteks strategis. Posisi seperti ini, berimplikasi pada terjalinnya kepentingan negara-negara lain dengan kepentingan nasional Indonesia. Mencermati dinamika konteks strategis, baik global, regional maupun domestik, maka ancaman yang sangat mungkin dihadapi Indonesia ke depan, dapat berbentuk ancaman keamanan tradisional yang berupa invasi atau agresi militer dari negara lain terhadap Indonesia dan ancaman keamanan non-tradisional yang berupa kejahatan terorganisir lintas negara yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara, dengan memanfaatkan kondisi dalam negeri yang tidak kondusif. Perkiraan ancaman dan gangguan yang dihadapi Indonesia ke depan meliputi terorisme, separatisme, penyelundupan, pencemaran dan perusakan ekosistem, imigrasi gelap, pembajakan/perampokan, aksi radikalisme, konflik komunal dan dampak bencana alam.

Oleh karena itu, kebijakan strategis pertahanan Indonesia yang diarahkan untuk menghadapi dan mengatasi ancaman non-tradisional merupakan prioritas dan sangat mendesak. Dalam pelaksanaannya mengedepankan TNI dengan menggunakn Operasi Militer selain Perang (OMSP). TNI melaksanakan OMSP bersama-sama dengan segenap komponen bangsa lain dalam suatu keterpaduan usaha sesuai tingkat ekskalasi ancaman yang dihadapi. TNI akan senantiasa mengedepankan upaya pencegahan sebagai cara terbaik guna menghindari korban dan dampak lain yang lebih besar. Sistem Pertahanan Semesta, merupakan sistem yang bukanlah melibatkan rakyat ketika terjadi perang, tapi memberi ruang bagi penggunaan sumber-sumber daya nasional. Indonesia memiliki berbagai produk UU tentang pertahanan tapi selalu gagal mengkolaborasi ketentuan normatif ke dalam suatu sistem. Sekarang ini sedang diupayakan pembentukan sebuah Sistem Pertahanan Berlapis.

Perdebatan mengenai struktur teritorial muncul, tidak hanya karena pengalaman implikasi negatifnya terhadap sistem politik Indonesia, tetapi juga karena dilihat tidak efektif untuk memenuhi kepentingan pertahanan Indonesia dari bentuk dan sumber ancaman, jenis konflik, dan perkembangan teknologi dan informasi di masa depan. Dua kejadian masing-masing di atas Bawean, Jawa Timur, dan di sekitar Natuna baru-baru ini, menunjukkan betapa lemahnya pertahanan udara dan laut kita. Hal yang sama juga bisa kita lihat dalam kasus maraknya bajak laut, penyelundupan/pencurian ikan, dan berbagai pelanggaran wilayah udara dan laut. Ancaman baru ke depan akan lebih banyak memanipulasi keterbukaan wilayah laut dan udara Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya yang justru menjadi kelemahan dan sumber kerugian yang selama ini ditanggung oleh Indonesia.

Secara umum doktrin pertahanan berisi konsepsi tentang hakekat, bentuk, dan sumber ancaman. Doktrin kemudian dijabarkan ke dalam strategi, postur dan struktur kekuatan (posture and force structure), dan penggelarannya. Sistem pertahanan Indonesia didasarkan atas doktrin pertahanan semesta (Sishanta) yang baik dilihat dari sisi sejarah maupun strategi militer, mengandung tiga masalah. Pertama, bahwa doktrin ini masih mempunyai implikasi politik dalam arti luas yang sangat kental, meskipun secara formal dwifungsi sudah dihapus. Kedua, sistem pertahanan yang bertumpu pada matra kekuatan darat perlu ditinjau lagi karena tidak sesuai dengan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan membuat pertahanan militer Indonesia sangat terbuka terhadap ancaman udara dan maritim serta serangan musuh. Ketiga, sishanta sebenarnya bukan monopoli Indonesia. Singapura memiliki apa yang disebut total defence. Demikian juga dengan negara-negara lain yang memiliki dinas wajib militer melalui sistem konskripsi (conscription) atau mobilisasi. Land-based strategy dalam sishanta di Indonesia harusnya merupakan pilihan terakhir.

Untuk itu harus dilakukan restrukturisasi. Restrukturisasi sistem pertahanan Indonesia harus semata-mata berdasarkan pada kepentingan pertahanan (defence), bukan politik. Sebagai negara kepulauan yang terbuka, maka harusnya Indonesia mengembangkan strategi pertahanan yang bersifat active defence yang harus ditopang oleh kekuatan udara yang memadai. Active defence bisa berperan sebagai faktor penangkal yang efektif (deterrence factor).

Idealnya, upaya restrukturisasi dilakukan setelah defence review yang didahului analisis mengenai lingkungan strategis, potensi ancaman, dan tantangan keamanan ke depan. Dari analisis ini lahir titik-titik rawan wilayah Indonesia yang dijadikan dasar bagi pengembangan kekuatan militer. Untuk mengatasi titik-titik rawan hasil analisis tersebut perlu dikembangkan wilayah pertahanan yang mengarah pada pengembangan strategi defence in-depth di mana kekuatan udara (dan laut) akan menjadi kekuatan utama dalam zona pertahanan pertama dan kedua. Kebutuhan minimum pertahanan dalam strategi dan zona pertahanan ini adalah air surveillance dan reconnaissance yang dapat memberikan suatu early warning dan analisis tentang intensi (maksud). Ini bisa dicapai dengan melakukan kegiatan surveillance dan reconnaissance secara terus-menerus sehingga ditemukan pola perilaku. Dalam bidang pertahanan, air surveillance berperan tiga hal: strategic role, informasi intelijen, kontribusi pada operasi militer.

Gambaran di atas barangkali kelihatan ideal, tetapi sekaligus merupakan kebutuhan/tuntutan ke depan. Indonesia harus menerapkan strategi pertahanan yang sesuai dengan posisi geo-strategis dan perkembangan-perkembangan internasional yang melahirkan beragam bentuk dan sifat ancaman. Gambaran tentang perlunya pengembangan kekuatan udara tentu tidak terbatas pada masalah-masalah di atas. Perlu perumusan kebijakan atas dasar pertimbangan atau prioritas aspek mana yang harus diperkuat. Selain itu, ada implikasi finansial, politik, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan sistem pertahanan secara keseluruhan. Ini semua membutuhkan komitmen politik nasional dari semua stakeholders terutama terhadap reformasi bidang keamanan. Jadi, sebenarnya kebutuhan pertahanan tidak pernah lahir secara mendadak. Ia merupakan hasil dari analisa lingkungan strategis yang dirumuskan dalam kebijakan pertahanan dan selanjutnya dijabarkan dalam program pertahanan (defence programming) dengan implikasi penganggaran dalam kerangka kerja sistem politik.

Bagaimanapun juga kita masih memerlukan sistem yang memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan sistem pertahanan negara yang bersifat semesta (Sishanta) dan bersifat kewilayahan. Artinya harus ada suatu lembaga yang menyelenggarakan upaya-upaya strategis guna memberdayakan potensi wilayah baik itu demografi maupun geografi dan kondisi sosial untuk kepentingan pertahanan. Dalam hal ini hanya untuk kepentingan pertahanan negara semata. Di berbagai negara, sistem pertahanan sebagaimana yang kita anut (Sishanta) sesungguhnya juga digunakan di negara-negara lain walau dengan nama yang berbeda. Di Malaysia dikenal dengan konsep Hanruh atau Pertahanan Menyeluruh sedangkan di Filipina disebut dengan Total Defense. Peperangan yang kini terjadi di Irak dan pejuang Irak melakukan perang berlarut, sesungguhnya sebagian besar merupakan implementasi dari konsep sishanta. Untuk dapat melakukan peperangan seperti itu, semuanya harus dipersiapkan secara dini.

Di sinilah sesungguhnya pentingnya Kowil yang merupakan gelar kekuatan pertahanan darat untuk melaksanakan fungsi mempersiapkan pertahanan negara yang bersifat kewilayahan tersebut. Selanjutnya, agenda perubahan lain yang akan terus diprioritaskan adalah menata kultur keprajuritan agar tidak ada lagi prajurit yang merugikan atau menyakiti hati rakyat, tidak ada lagi prajurit yang suka bertindak over acting, atau melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap rakyat. Upaya mewujudkan tentara yang humanis sebagaimana yang tercermin pada diri Bapak TNI Jenderal Soedirman perlu terus dilaksanakan.

Uraian peran Kowil (Kodim) dalam mendukung Sishanta hendaknya kita merujuk pada tugas Kodim dalam menyelenggarakan Pembinaan Teritorial diwilayahnya yaitu : (1) Menyelenggarakan Binter yang bersifat rutin dan atau atas perintah sesuai dengan lingkup tanggung jawabnya. (2) Meyiapkan Analisa Daerah Operasi, menyusun dan menyiapkan Sisrendal Binter meliputi : Petunjuk Teritorial, Anpotwil dan Anpothan, Renbinter dan Telbinter serta Progbinter di wilayah tanggung jawabnya. (3) Menyusun pokok-pokok kebijaksanaan penyelenggaraan Binter di daerah yang akan dijadikan pedoman pelaksanaa kegiatan yang bersifat teknis. (4) Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dan kompoen bangsa lainnya, sehingga menyelenggarakan Binter dapat berjalan tertib, lancar dan terpadu dalam mencapai sasaran yang diharapkan. (5) Mengkoordinir dan memberi arahan pelaksanaan Binter terbatas bagi Satuan Kowil dan TNI AD yang berada diwilayah tanggung jawabnya. (6) Melaporkan hasil penyelenggaraan Binter jajaran satuannya kepada Danrem dengan tembusan Pangdam. (7) Dalam pelaksanaannya bertanggung jawab kepada Danrem. (Naskah Sekolah, Pengetahuan Binter, Seskoad)

Memang apabila dibandingkan dengan upaya penataan struktur dan doktrin TNI, maka upaya mengubah kultur keprajuritan mungkin akan merupakan pekerjaan yang paling berat dan paling membutuhkan waktu bagi TNI untuk merealisasikannya. Persoalannya karena kultur prajurit TNI berkenaan dengan pola pikir dan pola perilaku yang sudah tertanam cukup lama, seringkali mendorong sebagian prajurit merasa lebih superior atau merasa lebih mampu dari kalangan sipil, sehingga secara psikoiogis butuh waktu yang lama untuk mengubahnya.

Kemampuan dalam hal ini dimaksudkan sebagai kemampuan profesionalisme prajurit. Profesionalisme mencakup kemampuan ilmu dan keterampilan militer, di dalamnya ada penguasaan terhadap teknik, taktik dan strategi. Dengan demikian, inti dari profesionalisme militer adalah menguasai kemampuan standar militer dan mahir melaksanakannya dilapangan tugas. Bagi TNI upaya peningkatan kemampuan profesionalitas telah menjadi komitmen pokok. Secara umum, reformasi TNI pada intinya adalah bagaimana mewujudkan postur prajurit TNI yang profesional.

Dikatakan membentuk prajurit professional karena pada masa lalu disadari bahwa TNI memang pernah tidak fokus pada tugas pertahanan, sehingga secara langsung berpengaruh pada upaya peningkatan kemampuan profesionalismenya. Kini, perubahan ke arah prajurit profesional sudah cukup lama digalakkan walaupun memang belum mencapai hasil yang maksimal, karena berbagai kendala yang dihadapi baik menyangkut dana maupun sebagai konsekuensi dari banyaknya penugasan bagi prajurit TNI akhir-akhir ini di berbagai wilayah tanah air, sehingga kesempatan untuk belajar dan berlatih menjadi sedikit tersita. Lebih dari itu, upaya membangun TNI yang profesional tentu bukan menjadi urusan dan tanggung jawab TNI sendiri. Upaya itu perlu dukungan dari pemerintah dan seluruh komponen bangsa sehingga tumbuh komitmen bersama tentang posisi dan peran yang tepat bagi TNI. Agenda ketiga yang juga amat penting artinya bagi kepentingan TNI adalah bagaimana menjaga kesinambungan pembinaan latihan dan pembinaan bagi satuan-satuan TNI secara keseluruhan, terutama penyesuaian dalam peralatan-peralatan militer mutakhir secara terus- menerus.

Kesinambungan program pendidikan dan latihan harus terus dijaga seiring dengan pengadaan peralatan yang juga setara dengan peralatan-peralatan militer negara-negara lain yang sudah lebih maju. Upaya berkesinambungan juga perlu dilakukan dalam meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI beserta keluarganya. Amatlah penting dipahami, upaya peningkatan kemampuan profesionalisme prajurit tidak akan berarti apa-apa apabila tidak ada upaya nyata untuk segera meningkatkan kesejahteraan prajurit. Ukuran kesejahteraan harus dilihat dari sejauh mana negara mampu memenuhi kebutuhan standar bagi prajurit beserta keluarganya. Seperti kita tahu, kebutuhan standar itu sendiri mencakup pemenuhan kebutuhan sandang, pangan yang memenuhi gizi standar, perumahan yang layak, pendidikan dan kesehatan keluarga serta kebutuhan-ini kebutuhan lain yang bersifat rekreatif. Selama kebutuhan-kebutuhan ini belum terpenuhi maka upaya perubahan, peningkatan dan kesinambungan menjadi sia-sia.

Indonesia merupakan negara yang mencintai perdamaian tetapi lebih cinta kemerdekaan sehingga berupaya untuk mencegah terjadinya perang dengan negara lain dan membina hubungan persahabatan dengan negara-negara didunia serta akan mempertahankan kemerdekaannya dengan mengerahkan seluruh potensi nasional yang ada. Pertahanan negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku menggunakan sistim pertahanan semesta yang melibatkan seluruh potensi nasional yang ada dengan TNI sebagai komponen utama, untuk itu maka TNI memiliki pola operasi dalam rangka menghadapi invasi militer dari negara asing yaitu operasi pencegahan untuk mencegah/mengurungkan niat musuh untuk melaksanakan invasi, operasi penindakan untuk menghancurkan kekuatan musuh apabila mereka tetap melakukan invasi, operasi perlawanan wilayah dengan melakukan perang gerilya untuk memperlemah kekuatan musuh yang telah berhasil menguasai wilayah negara, operasi serangan balas untuk menghancurkan dan mendesak kekuatan musuh yang sudah lemah keluar dari wilayah negara dan operasi pemulihan keamanan untuk merehabilitasi daerah yang rusak akibat peperangan dan memulihkan keamaan masyarakat.

Untuk dapat melaksanakan pola operasi tersebut dikaitkan dengan wilayah negara yang sangat luas maka akan dibutuhkan angkatan perang yang besar dan tangguh dengan persenjataan yang canggih. Dengan kondisi kekuatan TNI saat ini baik dari segi personel maupun persenjataan dan perlengkapannya yang masih sangat terbatas maka TNI belum sepenuhnya mampu melaksanakan pola operasi tersebut dengan baik untuk mempertahankan keutuhan wilayah negara dan juga belum memiliki kemampuan daya tangkal yang cukup disegani oleh pihak lawan, disisi lain sishanta sebagai warisan perang kemerdekaan tahun 1945 tidak lagi dipahami oleh rakyat Indonesia dan tidak dipersiapkan dengan baik sehingga lebih terkesan sebatas teori saja.

Kemampuan daya tangkal merupakan faktor yang sangat penting dalam pertahanan negara dan sangat mempengaruhi kekuatan tawar (bargaining power) dalam kegiatan diplomasi dengan negara-negara lain didunia. Sedangkan untuk membangun kekuatan angkatan perang yang tangguh dan modern tentu akan membutuhkan biaya yang sangat besar, dengan kondisi ekonomi saat ini negara belum mampu membiayai pembangunan angkatan perang yang kuat, untuk itu maka perlu menyiapkan kekuatan yang mampu melaksanakan perang berlarut di darat dengan memanfaatkan kondisi geografi dan demografi Indonesia, melalui sistim pertahanan semesta yang melibatkan seluruh potensi nasional yang ada.

Perang berlarut yang melibatkan seluruh potensi nasional terutama didukung oleh militansi seluruh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan negaranya telah terbukti sangat efektif untuk melawan musuh yang memiliki persenjataan canggih seperti yang telah ditunjukkan oleh Vietnam dalam perang Indochina, Irak dalam perang teluk saat ini dan juga perang di Afganistan serta perang kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Untuk itu maka sangat mendesak untuk dikaji dengan melibatkan semua pihak terkait tentang bagaimana penerapan dari sistem pertahanan semesta sesuai kondisi Indonesia saat ini dan mulai dipersiapkan secara bertahap sesuai kemampuan negara dengan lebih mengutamakan peningkatan kesadaran seluruh warga negara untuk lebih mencintai bangsa dan negaranya serta melaksanakan kewajibannya untuk pada saatnya rela berkorban mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negaranya dari ancaman pihak musuh.

Apabila ini dapat diwujudkan dengan baik maka akan dapat menciptakan kemampuan daya tangkal yang tangguh dan disegani oleh pihak lawan, karena apabila ada yang ingin menyerang Indonesia maka yang akan dihadapi adalah seluruh rakyat Indonesia serta akan mengalami korban yang besar dan penderitaan yang berkepanjangan bagi pihak penyerang. Kemampuan daya tangkal yang tangguh inilah yang sangat penting dalam pertahanan negara sehingga walaupun dimasa mendatang perekonomian negara sudah cukup mampu untuk membangun angkatan perang yang kuat dan cukup mampu untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah negara tetapi pemeliharaan kemampuan untuk melakukan perang berlarut dalam sistem pertahanan semesta harus tetap mendapatkan prioritas utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar